Archive for Juli 2016
Roman Pelajar Indonesia Zaman Sekarang

Sebagai pelajar, pastinya kita
ngerasain dong gimana rasanya jadi pelajar dan tau perubahan perubahan yang
terjadi. Ya, jadi pelajar memang menyenangkan, bisa bertemu banyak teman, nongkrong
sepulang sekolah, les setiap sore, dan lain-lain.
Namun, apakah kita sudah menjadi pelajar yang baik?
Perubahan zaman dan globalisasi
menghasilkan banyak perubahan, baik itu di sosial, budaya, bahkan tata krama.
Yuk kita perhatikan dan sadari betapa mirisnya pelajar zaman sekarang, sembari
kita merefleksi diriJ
1.
Moral Yang
Berantakan
Masih ingat kasus Yuyun? gadis
SMP yang mendapat perlakuan tidak terhormat oleh ‘’rombongan’’ teman sekolah
nya hingga menemui ajalnya? Mungkin di Indonesia banyak sekali ‘’Yuyun’’ yang
tidak ter-expose media dan kita tidak ketahui serta membuktikan bahwa moral
pelajar yang berbuat ‘’itu’’ jelas jelas berantakan.
Atau akhir-akhir
ini ada sebuah berit yang mengungkapkan sepasang kekasih siswa SMP yang
mengumbar kemesraan di umum dengan hal yang tidak sewajarnya siswa lakukan.
Itu semua adalah
sedikit contoh dari berantakannya moral para pelajar. Atau contoh kecil ketika
siswa membully teman sekelas nya, kakak kelas melabrak adik kelasnya hingga
terjadi kekerasan, mem bully guru di sekolah, kabur tanpa izin orangtua. Coba
pikirkan dan lihat sekitar! Tidakkah seharusnya pelajar mendalami ilmu agama
dan norma-norma kehidupan dan Pancasila agar lebih paham?
2.
Tata Krama yang
Terlupakan
Tata krama
terhadap orangtua, guru, bahkan teman sebaya harus benar-benar diperhatikan.
Misalnya mengucapkan salam terhadap guru ketika bertemu atau bahkan membungkuk
untuk menghormatinya, bertutur baik kepada orangtua ketika meminta sesuatu,
mengucapkan ‘’maaf’’ dan ‘’minta tolong’’ kepada teman dengan cara yang tulus
adalah salah satu tata krama yang sudah mulai hilang zaman ini.
3.
Gaya
Didahulukan
Nongkrong
sepulang sekolah, membeli hp keluaran terbaru agar dibilang modern dan ga
ketinggalan zaman, party party dan lain sebagainya adalah salah satu gaya hidup
segelintir pelajar zama sekarang. Waktu luang di sore hari sebaiknya
dipergunakan untuk istirahat sejenak sehingga kita bisa mengumpulkan tenaga
untuk belajar di malam hari. Party terlalu malam membuat kita begadang hingga
larut sehingga telat pulang, lelah, menurunnya kesehatan, dan membuat orang tua
khawatir. Adalah terlalu konsumen dan tidak seharusnya ada pada karakter siswa.
Apakah tidak sebaiknya uang lebih itu kita tabungkan untuk masa depan kita?
atau sekedar membeli buku atau novel baru kesukaan kita. Don’t waste ur time,
don’t waste ur money!
4.
Sosial Ada di
Layar
Globalisasi
mempengaruhi segalanya, internet salah satunya. Ketika bel istirahat mungkin
tidak sedikit teman kita yang asyik dengan gadget nya dan tidak memperdulikan
teman nya. Tidakkah mereka pergi ke kantin bersama teman-teman nya dan
mengobrol banyak hal? Atau di rumah kita terlalu asyik pula dengan massanger group sampai lupa perintah
orang tua. Saat punya masalah, kita lebih baik menyelesaikannya dengan text massaging daripada ngobrol langsung
bertatap muka kemudian bersalaman dan masalah selesai.
Hai teman-teman ku sesama pelajar!
Perhatikan sekitar, buka mata kita, peka, refleksikan, dan selesaikan! Masalah
ini ada di hadapan kita dan terjadi langsung pada kita, bahkan mungkin kita
termasuk salah satunya. Bangunlah generasi yang lebih baik, bukan yang lebih
buruk! Majulah pelajar, majulah bangsa!!!!
NB : artikel ini tidak bermaksud men-judge
segelintir orang maupun kelompok pelajar, hanya sebagai artikel refleksi agar
pelajar menjadi lebih baik.
Salam Ikatan Pelajar Muhammadiyah JJJ
Author :
Nisa Aura El
Shiffa
SMA Plus Pst
Amanah
Email : auraelshiffa@yahoo.com
Instagram :
@shiffaelshiffa
Facebook : Nisa
Aura El-Shiffa
Twitter : @NisaShiffa
Kenapa Orang Zaman Dulu Nggak Tersenyum Saat Dipotret?
Pernah memperhatikan
gimana ekspresi orang-orang zaman dahulu tepatnya zaman kerajaan ketika difoto?
Mereka enggak pernah tersenyum. Saking datar ekspresi mereka, enggak sedikit
dari kita yang merasa takut melihat foto-foto itu. Sebenarnya, kenapa orang
zaman dulu enggak tersenyum saat dipotret? Ini alasannya.
Efek kamera kuno
Hilangnya senyum dari muka orang zaman dahulu juga diakibatkan oleh efek lamanya waktu yang diperlukan oleh kamera kuno untuk menangkap imaji. Pada 1837, Louis Jacques Mande Daguerre yang berkebangsaan Prancis menemukan teknik fotografi yang ia namakan Daguerreotype.
Dua tahun kemudian, ia memperkenalkan format fotografi baru, yang memungkinkan pengambilan gambar berlangsung sekitar 60 hingga 90 detik. Tetap saja melelahkan untuk menahan pose tawa selama itu.
Karena biaya mahal yang harus dikeluarkan, bisa jadi orang hanya berkesempatan untuk berfoto sekali seumur hidup, pada acara besar bersama keluarga. Pemotetran dilakukan di dalam studio, mengeliminasi kemungkinan difotonya orang-orang tak berpunya. Namun pada 1843, industri potret daguerreotype telah berevolusi dengan cepat. Walau masih mahal, orang mengantre untuk menjadi abadi dalam foto potret.
Aturan kecantikan
Pada era Victoria yaitu
tahun 1837 hingga 1901, aturan etiket dan kecantikan berbeda dengan hari ini.
Pada masa itu, mulut mungil yang terkatup rapat adalah hal yang dianggap
pantas. Senyuman hanya ditemui pada anak-anak, orang miskin yang enggak
berpendidikan, dan para pemabuk.
Kesehatan gigi
Hal lain yang menjadi
alasan enggak terlihatnya gigi dalam foto pada era Victoria adalah masalah
kesehatan. Pada masa itu, gigi yang rusak hanya bisa dicabut. Enggak ada gigi
patah yang bisa diperbaiki. Jadi mulut yang tertutup bisa jadi dinilai lebih
menarik dibandingkan memperlihatkan gigi yang rusak. Hihihi
Bagaimana perkembangannya
di zaman modern?
Pada Februari 1900, Kodak mengeluarkan kamera
Brownie yang akhirnya mengubah dunia fotografi untuk selamanya. Harganya hanya
satu dollar dan amat mudah digunakan bahkan anak-anak terkecil pun bisa
mengambil gambar sempurna, demikian iklan yang tertulis pada masa itu. Brownie
yang pada masa itu harganya setara dengan sekitar 30 dollar masa kini pun digunakan
untuk menangkap senyum, terutama saat keluarga atau teman berkumpul.
author :
Nisa Aura El Shiffa
fb : Nisa Aura El-Shiffa
ig : @shiffaelshiffa